Sabtu, 06 November 2010

Dunia Dokter: KERATITIS NUMMULAR

Dunia Dokter: KERATITIS NUMMULAR: "STATUS
ILMU PENYAKIT MATA




Penguji :
DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan, SpM

Disusun Oleh :
I r w a n d i
05 – 009

KEPANITERA..."

KERATITIS NUMMULAR

STATUS
ILMU PENYAKIT MATA




Penguji :
DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan, SpM

Disusun Oleh :
I r w a n d i
05 – 009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
PERIODE 11 OKTOBER – 08 NOVEMBER 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
STATUS ILMU PENYAKIT MATA


Nama Pemeriksa : Irwandi
NIM : 05-009
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2010
Penguji : DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan, SpM

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 tahun
Alamat : Sumber Rahayu, Kab. Sleman, Yogyakarta
Pekerjaan : Petani

II. ANAMNESIS (23 Oktober 2010)
Keluhan Utama : Perih pada mata kiri
Keluhan Tambahan : Silau, mata berair, mata merah, pandangan kabur,
seperti melihat plastik di depan mata,
seperti ada yang mengganjal di mata
Perjalanan Penyakit :
Pasien Tn. A, laki-laki, umur 36 tahun, datang ke RSM “Dr. YAP” dengan keluhan utama perih pada mata kiri. Perih dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu setelah mata pasien terkena tanah saat bekerja di sawah. Perih bertambah terutama saat mata terkena cahaya misalnya saat menonton TV dan terkena sinar matahari yang disertai dengan silau dan mata berair. Pasien juga mengeluh mata merah, pandangan kabur dan seperti melihat adanya plastik di depan mata serta terasa mengganjal di mata. Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah mengobati sendiri dengan obat tetes mata yang dibeli di warung, tetapi tidak ada perubahan. Sebelumnya pasien tidak pernah punya keluhan seperti ini dan dalam keluarga juga tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama.
Penyakit Terdahulu : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluaga : Disangkal

III. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Penyakit/gejala Klinik Yang Ada Hubungannya dengan Keluhan : Disangkal

IV. STATUS OFTALMOLOGI
A. Pemeriksaan Umum (Inspeksi dan Palpasi)
OD OS
Keadaan sekitar mata Tenang Tenang
Keadaan mata umumnya Tenang Tampak sakit ringan
Kedudukan bola mata Simetris Simetris
Gerakan bola mata Normal Normal

B. Pemeriksaan Sistematik
OD OS
Acies visus 6/6 6/18
Supersilia Tenang Tenang
Silia Tenang Tenang
Margo palpebra superior/inferior Tenang
Tenang
Konjungtiva tarsalis superior/inferior Tenang Hiperemis
Konjungtinva forniks superior/inferior Tenang Hiperemis
Konjungtiva bulbi Tenang Injeksi siliar

Kornea
OD OS
Kejernihan Jernih Keruh
Infiltrat ( - ) Bentuk nummular (koin)
Ulkus ( - ) ( - )
Sikatrik ( - ) ( - )
Neovaskularisasi ( - ) ( - )
Sensibilitas ( + ) ( + )

OD OS
COA Dalam, jernih Dalam, jernih
Iris Radier Radier
Pupil Bulat, tepi rata, letak sentral, refleks cahaya (+), isokor Bulat, tepi rata, letak sentral, refleks cahaya (+), isokor
Lensa Jernih Jernih


V. RESUME
Pasien laki-laki, umur 36 tahun, datang ke RSM “Dr. YAP” dengan keluhan utama perih pada mata kiri. Perih dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu setelah mata pasien terkena tanah saat bekerja di sawah. Perih bertambah terutama saat mata terkena cahaya misalnya saat menonton TV dan terkena sinar matahari yang disertai dengan silau dan mata berair. Pasien juga mengeluh mata merah, pandangan kabur dan seperti melihat adanya plastik di depan mata serta terasa mengganjal di mata. Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah mengobati sendiri dengan obat tetes mata yang dibeli di warung, tetapi tidak ada perubahan. Sebelumnya pasien tidak pernah punya keluhan seperti ini dan dalam keluarga juga tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama.
Dari hasil pemeriksaan pada mata kiri didapatkan :
Keadaan mata umumnya : Tampak sakit ringan
Visus : 6/18
Konjungtiva tarsalis superior/inferior : Hiperemis
Konjungtiva forniks superior/inferior : Hiperemis
Konjungtiva bulbi : Injeksi silier
Kornea : Keruh; infiltrat bentuk nummular (koin),
bundar; fluorescent test (+)

VI. DIAGNOSA KLINIK
Keratitis Nummular OS

VII. DIAGNOSA BANDING
Keratitis disiformis
Keratitis pungtata superfisialis

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Fluorescent test

IX. PENGOBATAN/TINDAKAN
- Antibiotik : Neomysin sulfat 0,5 %, 1 tetes, 3x/hari, 3-5 hari, (OS)
- Antiradang : Deksametason 0,1 %, 1 tetes, 3x/hari, 2-3 hari, (OS)
- Sikloplegika : Sulfas atropin 1 %, 1 tetes, 3x/hari, 2-3 hari, (OS)
- Kontrol 1 minggu kemudian

X. PROGNOSA
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Sanasionum Bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsionum Bonam Dubia ad bonam


XI. KOMPLIKASI
Ulkus kornea

Dunia Dokter: KATARAK KONGENITAL

Dunia Dokter: KATARAK KONGENITAL: "BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingg..."

KATARAK KONGENITAL

BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina sehingga penderita tidak dapat melihat dengan jelas.(1)
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada bayi baru lahir. Katarak kongenital mungkin bisa disebabkan oleh : galaktosemia, sindroma kondrodisplasia, rubella kongenital, sindroma down (trisomi 21), trisomi 13, sindroma displasia ektodermal, sindroma marinesco-sjögren, dan lain-lain.(2)
Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak biasa). Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan mata lengkap oleh seorang ahli mata. Sedangkan untuk mencari kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen.(2)
Gejala gangguan penglihatan penderita katarak tergantung dari letak kekeruhan lensa mata. Bila katarak terdapat di bagian pinggir lensa, maka penderita akan merasa adanya gangguan penglihatan. Bila kekeruhan terdapat pada bagian tengah lensa, maka tajam penglihatan akan terganggu. Gejala awal biasanya ditandai adanya penglihatan ganda, peka atau silau terhadap cahaya sehingga mata hanya merasa nyaman bila melihat pada malam hari. Dan biasanya mata mengalami perubahan tajam penglihatan sehingga sering mengganti ukuran kaca mata.(3)
Katarak harus diangkat sesegera mungkin agar fungsi penglihatan bisa berkembang secara normal, katarak dibuang melalui pembedahan, yang diikuti dengan pemasangan lensa intraokuler. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab terjadinya katarak kongenital.(2)
Melalui penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi petunjuk dalam penatalaksanaan katarak kongenital sehingga kemungkinan untuk terjadinya penanganan yang tidak tepat dan bisa berakibat fatal dapat dihindari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. A. Lensa
1. Anatomi lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.(4)
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreous. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.(4),(5)
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).(4)
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya, tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.(4)
2. Embriologi lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi bagian yang kososng. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan foetal. Inilah yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh proses sklerosis.(5)
3. Fungsi lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.(5)
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.(6)
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak di tempatnya.(7)
Pada foetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex, yang sering disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.(5)

II. B. Katarak kongenital
1. Definisi
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.(7)
Katarak jenis ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi (unilateral). Keruh atau buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang.(8)
2. Epidemiologi
Penelitian-penelitian potong-lintang mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10 % orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.(6)
Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat kepercayaan/confidence interval [CI], 2.10–2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76–3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun (95% CI, 3.02–3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang unilateral, akan tetapi juga didapatkan bahwa insidensi ini tidak diperbedakan oleh jenis kelamin dan tempat.(9)
3. Etiologi
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.(7)
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita homosisteinuri, diabetes melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea.(7)
Katarak kongenital sering terdapat bersamaan dengan nistagmus, displasia uvea, dan strabismus. Atau ada pula yang menyertai kelainan pada mata sendiri, yang juga merupakan kelainan bawaan seperti heterokromia iris.(5)
Seperti telah disinggung di atas, katarak kongenital dapat disebabkan oleh rubela kongenital. Bila ibu hamil 4 minggu pertama menderita rubela. Virus rubela terdapat dalam lensa sampai bayi berusia 1-2 tahun. Adapun trias sindrom rubella :
1. Kerusakan mata: katarak, mikroftalmus, retinopati berpigmen.
2. Kerusakan telinga: tuli karena kerusakan pada alat corti.
3. VSD : Ventriculal Septal Defect.
Katarak kongenital juga mungkin bisa disebabkan oleh sindroma kondrodisplasia, sindroma down (trisomi 21), sindroma pierre-robin, katarak kongenital familial, sindroma hallerman-streiff, sindroma serebrohepatorenalis (sindroma lowe), trisomi 13, sindroma conradi, sindroma displasia ektodermal, dan sindroma marinesco-sjögren.(2)
4. Klasifikasi
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
a. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.
b. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.(7)
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk :
1. Arteri hialoidea yang persisten
Arteri hialoidea merupakan cabang dari a. retina sentral yang memberi makan pada lensa. Pada umur 6 bulan dalam kandungan, a. hialoidea mulai diserap, sehingga pada keadaan normal, pada waktu lahir sudah tak tampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tak berlangsung sempurna sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih di belakang lensa, berbentuk ekor yang mulai di posterior lensa. Gangguan terhadap visus tak banyak. Visus biasanya masih 5/5, kekeruhannya stasioner, sehingga tak memerlukan tindakan.(5)
2. Katarak polaris anterior (katarak piramidalis anterior)
Kekeruhan di bagian depan lensa mata persis di tengah. Terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti piramid dengan tepi masih jernih, sehingga pupil midriasis akan menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak progresif.(11)
Mungkin terjadi akibat uveitis anterior intrauterin. Letaknya terbatas pada polaris anterior. Berbentuk piramid, yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat ke dalam atau ke luar. Keluhan tidak berat, stasioner, terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada saat cahaya redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak menimbulkan gangguan, stasioner, sehingga tidak memerlukan tindakan operatif. Dengan pemberian midriatika, seperti sulfas atropin 1 % atau homatropin 2 %, dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula kerapuhan dari Mm. siliaris, sehingga tidak dapat berakomodasi. Bila gangguan visus hebat, dapat dipertimbangkan iridektomi optis yang dapat dilakukan pada daerah lensa yang masih jernih., bila setelah pemberian midriatika, visus menjadi lebih baik.(5)
3. Katarak polaris posterior (katarak piramidalis posterior)
Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak sempurna sehingga menimbulkan kekeruhan bagian belakang lensa. Diturunkan secara autosomal dominan, tidak progresif, dan perbaikan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan midriatika.(11)
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris anterior. Juga bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan gangguan visus, sehingga tak memerlukan tindakan operasi. Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.(5)
4. Katarak aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan tindakan sama dengan katarak polaris anterior.(5)
5. Katarak zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders, merupakan tanda khas untuk katarak zonularis. Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak. Kadang-kadang bersifat herediter dan sering disertai dengan hasil anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (discus), mengelilingi bagian tengah yang jernih, sedang korteks di luarnya jernih juga. Biasanya progresif, namun lambat. Kadang-kadang keluhan sangat ringan, tetapi kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga visus sangat terganggu dan anak tidak dapat lagi sekolah dan membaca, karena hanya dapat menghitung jari.(5)
Kekeruhan lensa pada katarak zonularis terdapat pada zona tertentu:(11)
a. Kekeruhan pada nukleus disebut katarak nuklearis
b. Katarak lamelaris, kekeruhan terdapat pada lamella yang mengelilingi area calon nukleus yang masih jernih. Bagian di luar kekeruhan masih jernih. Gambarannya seperti cakram, dengan jari-jari radier. Faktor penyebabnya diduga faktor herediter dengan autosomal dominan. Juga dapat akibat infeksi rubela, hipoglikemia, hipokalsemia, dan radiasi.
6. Katarak stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan huruf Y yang terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak mengganggu visus sehingga tidak memerlukan pengobatan.(5)

7. Katarak totalis
Bila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan diserap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran. Pengobatan katarak totalis dengan disisio lensa.(5)
8. Katarak kongenital membranasea
Katarak kongenital totalis, disebabkan gangguan pertumbuhan atau akibat peradangan intrauterin. Katarak juvenilis totalis, mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya. Pada beberapa kasus ada hubungannya dengan kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat terlihat pada mata sehat atau merupakan katarak komplikata dengan disertai kelainan-kelainan pada jaringan lain seperti koroid, retina, dan sebagainya. Lensanya tampak putih, rata, keabu-abuan, seperti mutiara. Biasanya cair atau lunak.(5)
5. Gejala klinis
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah sebagai berikut (12)
• Silau.
• Bercak putih pada pupil disebut leukokoria.
• Penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa, karena tidak lagi transparan.
• Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan baik.
Pada tahun 2008, Haider et al meneliti bahwa 60% pasien leukokoria menderita katarak kongenital (18% unilateral dan 42% bilateral). Pada kasus yang lain yaitu retinoblastoma (11% unilateral and 7% bilateral), retinal detachment (2.8% unilateral and 1.4% bilateral), bilateral persistent hyperplastic primary vitreous (4.2%), dan unilateral Coats disease (4.2%).(13)
6. Diagnosis
Pemeriksaan mata yang menyeluruh oleh seorang dokter ahli mata (opthamologist) dapat mendiagnosa dini katarak kongenital. Pemeriksaan untuk pencarian penyebab, membutuhkan pemeriksaan dari dokter yang berpengalaman di bidang kelainan genetik dan test darah, atau dengan sinar X.(8)
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata (dilatasi pupil) tidak hanya melihat adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Untuk katarak pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti hitung jenis darah, BUN, titer TORCH dan VDRL tes, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan urin asam amino, kalsium,dan fosfor.(13)
Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.(9)
7. Terapi
Prinsip :
1. Setelah diketemukan katarak maka harus dicari faktor penyebab, apakah galaktosemia, rubella, toksoplasmosis, dll. Pemeriksaan laboratorium dan konsultasi dengan pakar sangat perlu.(11)
2. Dilakukan pembedahan untuk membersihkan lintasan sinar dari kekeruhan. Apabila telah terjadi nistagmus maka pembedahan segera dilakukan. Apabila tidak ada nistagmus, maka pemeriksaan akan memastikan tidak ada gangguan pada matanya. Apabila katarak total, maka segera pembedahan dilakukan di bawah anastesi umum.(11)
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.(7)
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :(7)
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, yang biasanya diakibatkan trauma, dilakukan pembedahan 6 bulan setelah terlihat atau segera sebelum terjadinya strabismus; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera; perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali terjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.(7)
Terapi bedah untuk katarak infantilis dan katarak pada masa anak-anak dini adalah ekstraksi lensa melalui insisi limbus 3 mm dengan menggunakan alat irigasi-aspirasi mekanis. Jarang diperlukan fakoemulfikasi, karena nukleus lensa lunak. Berbeda dengan ekstraksi lensa pada orang dewasa, sebagian besar ahli bedah mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreus anterior dengan menggunakan alat mekanis pemotong-penyedot korpus vitreum. Hal ini mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder, atau after-cataract (katarak ikutan). Dengan demikian, pengangkatan primer kapsul posterior menghindari perlunya tindakan bedah sekunder dan meningkatkan koreksi optis dini.(6)
Pada katarak kongenital jenis katarak zonularis, apabila visus sudah sangat terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis, bila setelah pemberian midriatika visus dapat menjadi lebih baik. Bila tak dapat dilakukan iridektomi optis, karena lensa sangat keruh maka pada anak-anak di bawah umur 1 tahun, disertai fundus yang tak dapat dilihat, dilakukan disisi lensa, sedang pada anak yang lebih besar dilakukan ekstraksi linier. Koreksi visus pada anak dapat berarti, bila anak itu sudah dapat diperiksa tes visualnya. Iridektomi optis, mempunyai keuntungan, bahwa lensa dan akomodasi dapat dipertahankan dan penderita tidak usah memakai kacamata yang tebal (sferis [+] 10 dioptri).(5)
Pada katarak kongenital membranasea yang cair (umur kurang dari 1 tahun), dilakukan disisi lensa. Pada katarak yang lunak (umur 1-35 tahun) dilakukan ekstraksi linier. Pada katarak yang keras (umur lebih dari 35 tahun), dilakukan ekstraksi katarak intrakapsuler. Cara operasi yang mutakhir dengan fakoemulfikasi, yang nanti akan diterangkan lebih lanjut.(5)
Disisi Lensa: (Needling)
Pada prinsipnya adalah kapsul lensa anterior dirobek dengan jarum, massa lensa diaduk, massa lensa yang masih cair akan mengalir ke bilik mata depan. Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau dilakukan evakuasi massa.(11)
Lebih jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi, daerah limbus di bawah konjungtiva ditembus ke coa dan merobek kapsula lensa anterior dengan ujungnya, sebesar 3-4 mm. jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi sedikit, masuk ke dalam coa yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena massa lensa masih cair, maka resorbsinya seringkali sempurna.(5)
Kalau luka terlalu kecil, sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali dengan sendirinya dan harus dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak seluruhnya ke dalam coa, kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu hebat untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit.(5)
Indikasi dilakukannya disisi lensa :(5)
– Umur kurang dari 1 tahun
– Pada pemeriksaan, fundus tak terlihat.


Penyulit disisi lensa :(5)
– Uveitis fakoanafilaktik, terjadi karena massa lensa merupakan benda asing untuk jaringan sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap massa lensa tubuh sendiri.
– Glaukoma sekunder, timbul karena massa lensa menyumbat sudut bilik mata, sehingga mengganggu aliran cairan bilik mata depan.
– Katarak sekunder, dapat terjadi bila massa lensa tidak dapat diserap dengan sempurna dan menimbulkan jaringan fibrosis yang dapat menutupi pupil sehingga mengganggu penglihatan dikemudian hari sehingga harus dilakukan disisi katarak sekundaria, untuk memperbaiki visusnya.
Disisi lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea sentralisnya harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk perkembangan ini fovea sentralis harus mendapatkan rangsang cahaya yang cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya fovea sentralisnya tak dapat berkembang 100 %, visusnya tidak akan mencapai 5/5 walaupun dioperasi. Hal ini disebut amliopia sensoris (ambliopia ex anopsia). Jika katarak itu dibiarkan sampai umur 2-3 tahun, fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi dari fovea sentralis tak dapat lagi tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus), bahkan dapat terjadi pula strabismus sebagai penyulit. Jadi sebaiknya operasi dilakukan sedini mungkin, bila tidak didapat kontraindikasi untuk pembiusan umum. Operasi dilakukan pada satu mata dulu, bila mata ini sudah tenang, mata sebelahnya dioperasi pula, jika kedua mata sudah tenang, penderita dapat dipulangkan.(5)
Pada katarak kongenital yang mononukelar dan dibedah dini, disertai pemberian lensa kontak segera setelah pembedahan, dapat menghindari gangguan perkembangan penglihatan.(5)
Ekstraksi Linier
Pada prinsipnya yang dilakukan adalah bilik mata depan ditembus dan kapsul anterior lensa dirobek dan massa lensa dievakuasi serta dibilas dengan larutan Ringer Laktat.(11)
8. Penyulit
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.(6)
Untuk menghilangkan katarak dilakukan pembedahan lensa. Hasil pembedahan pada katarak kongenital biasanya kurang memuaskan. Hal ini disebabkan terjadinya banyak penyulit pembedahan atau terdapat kelainan mata lain atau susunan syaraf pusat.(14)
Akibat terdapatnya masalah pada rehabilitasi katarak kongenital sering pembedah mengambil keputusan untuk tidak membedah atau memperlakukan katarak kongenital secara konservatif.(14)
Pada bayi bila terjadi gangguan visus dini, maka akan dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada syaraf penglihat yang disebut ambliopia eksanopia. Akibatnya dianjurkan untuk melakukan pembedahan pada katarak sedini mungkin atau pada bayi baru beberapa minggu.(14)
Penyulit pembedahan lainnya adalah timbulnya uveitis pasca bedah katarak, oleh karena itu prognosis buruk.(5)
9. Prognosis
Dengan menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit intra-operasi dan pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk katarak dewasa. Dengan pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan hasil teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang tua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti dengan koreksi lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa kontak.(6)
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali syaraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.(6)
Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di mata yang menyertainya.(5)
Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai dengan pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan perkembangan penglihatan. Dikatakan untuk mencapainya maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan pembedahan sebelum bayi berusia 4 bulan.(14)
Pada bayi pemakaian lensa kontak masih merupakan masalah Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4 bulan biasanya tidak efektif lagi.(14)
















DAFTAR PUSTAKA


1. www.infomedika.com: Katarak, Jakarta Eye Center, Thursday, 5 June 2004,.
2. http://www.medicastore.com/: Katarak kongenital.
3. www.detik.com: Advertorial Katarak, Kekeruhan Lensa Mata, detikHealth - Jakarta, Kontributor: RS Internasional Bintaro, 2004.
4. www.intisari.net: Dislokasi Lensa, Rabu, 07 Apr 04, 07 : 05 am.
5. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta, 1993 : 190-196.
6. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Alih Bahasa Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 : 175,183-4.
7. Ilyas, Sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998 : 209-210.
8. http://www.perdami.or.id/?page=content.view&alias=custom_88
9. www.iovs.org/misc/terms.shtml: Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group, Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies: Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the UK(Investigative Ophthalmology and Visual Science. 2001;42:1444-1448.)
10. www.infokes.com: KATARAK, Topik : Kesehatan Mata: Jumat 13 Oktober 2000 20:08:02
11. Al Ghozie, Mu’tasimbillah, dr., SpM., Handbook of Ophtalmology – A Guide to Medical Examination, 2002 : 124-125.
12. http://www.chw.edu.au/parents/factsheets/pdf/congenital_cataracts.pdf
13. http://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview
14. Ilyas, Sidarta, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 146.



















Sabtu, 02 Oktober 2010

Dunia Dokter: KLASIFIKASI HIPERTENSI

Dunia Dokter: KLASIFIKASI HIPERTENSI: "Berdasarkan rekomendasi dari Seventh Report of the Joint National Committee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Bloo..."

KLASIFIKASI HIPERTENSI

Berdasarkan rekomendasi dari Seventh Report of the Joint National Committee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa berusia ≥18 tahun adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-99
Tahap 1 140-159 90-99
Tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan rata-rata pada pembacaan ≥ 2, yang diambil pada setiap kunjungan ≥ 2, setelah penyaringan awal.



Sumber:

-http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview
-Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL Jr, et al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. Dec 2003;42(6):1206-52. [Medline].